Saya ingat, saat itu sekitar tahun 1993 Teknologi Informasi masih terbatas. Sulit untuk sekedar mencari tahu kemana suara yang biasa saya dengar itu pergi. Mencari jawaban apa yang yang sebenarnya terjadi pada saya. Mengapa alat bantu dengar ini harus selalu menempel di telinga dan beragam pertanyaan lainnya yang mempertanyakan keadaan diri ini. Sebab bagi saya seorang anak yang beranjak remaja, sungguh tidak memuaskan keterangan dokter. Dimana hanya mengatakan bahwa pendengaran saya tergangu karena efek samping obat, dan agar saya dapat terus berkomunikasi maka harus menggunakan alat bantu dengar.
Merasa sendiri itulah saya rasakan. Dengan keterbatasan Teknologi Informasi membuat saya mencoba survive ditengah manusia normal lainnya dengan cara saya sendiri tentunya. Syukurlah walau hambatan selalu saja ada, setidaknya saya bertahan melewati hari.
****
Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia yang semakin pesat, membuat saya mengenal internet, tepatnya memasuki tahun 2000. Saat itu mulai banyak warnet berada di sekitar pemukiman, sehingga turut mempermudah mendapatkan akses Internet.
Adanya akses internet akhirnya menjawab berbagai pertanyaan saya mengenai kemana suara itu pergi. Pertanyaan yang sudah bertahun-tahun lamanya, akhirnya terjawab melalui media internet. Berbagai literature mengenai gangguan dengar membuka wawasan dan meyakinkan saya bahwa suara itu memang telah pergi meninggalkanku. Pada akhirnya sayapun menerima kenyataan bahwa harus bergantung dengan alat bantu dengar untuk terus bisa mendengar. Melalui Teknologi Informasi saya berdamai dengan kenyataan.
****
Seiring berjalannya waktu, sebagai mahluk sosial pada fitrahnya manusia memiliki rasa untuk berbagi begitupun dengan saya. Ketika sudah berdamai dengan kenyataan, saat itulah saya merasa alangkah baiknya bila mau berbagi cerita, saling share dengan para orangtua dimana anaknya memiliki gangguan dengar. Karena saya merasa anak-anak itu pada akhirnya akan mengalami apa yang mungkin terjadi pada diri saya dahulu.
Berawal dari jejaring sosial, saya mulai berkenalan dengan orangtua anak yang memiliki gangguan dengar. Dari merekalah akhirnya saya tahu ada beragam faktor yang menyebabkan anak terkena gangguan dengar.
Komunikasi yang terjalin melalui jejaring sosial menjadikan kami semakin dekat. Walaupun kesibukan dan jarak yang memisahkan kami, namun berkat jejaring sosialah kami bisa bertukar cerita, saling berbagi dan menguatkan.
Ketika seorang ibu menuliskan kegundahannya pada jejaring sosial mengenai kondisi anaknya yang mengalami gangguan dengar, saat itulah saya mencoba menghiburnya.
“Anak ibu tak sendiri, sama seperti apa yang saya alami dulu. Apapun masih mungkin untuk anak ibu kelak. Tetap semangat yaa bu.."
Begitupun dengan kebahagiaan. Ketika seorang ibu mengabarkan bagaimana akhirnya proses terapi wicara mulai membawa hasil, dimana anaknya mulai berucap walau masih terpatah-patah. Saat itulah seakan sayapun turun merasakan kebahagian itu. Karena saya tahu tak mudah untuk membuat seorang anak dengan gangguan dengar sedari bayi dilatih berbicara. Karena harus mengajarkan mendengar terlebih dahulu melalui alatnya.
****
Berinteraksi di dunia maya rasanya tak cukup bagi kami. Itulah mengapa secara berkala para orangtua yang memiliki anak dengan gangguan dengar mengadakan parent support dimana tujuannya adalah untuk berbagi secara nyata, dan saling mengenal.
Senang rasanya ketika bersua dengan anak-anak itu. Walaupun dalam berkomunikasi suara yang keluar masih belum sempurna, setidaknya mereka sudah berusaha menyapa. Ketika kutunjukan alat bantu dengar yang menempel ditelingaku pada seorang anak dan mengatakan..
”Alatnya sama yaa...”
Anak itu hanya tersenyum dan mengangguk.
Anak-anak itu beruntung mereka ada di era Teknologi Informasi yang sudah berkembang. Dimana kini dengan mudah mencari berbagai informasi melalui media internet. Sehingga tak perlu merasa sendiri sebagaimana yang terjadi pada saya dulu.
****
Melalui jejaring sosial siapa sangka sebuah interaksi dunia maya bisa begitu berarti. Yang tadinya tak saling mengenal, bisa begitu dekat bahkan saling menguatkan. Itulah yang saya rasakan betapa hebatnya pengaruh jejaring sosial.
Itu juga mengapa saya bersemangat untuk menyebarkan dan berbagi informasi tentang gangguan dengar. Mencoba mengubah stigma yang melekat pada orang yang mengalami gangguan dengar. Dimana seringkali mendapat padangan aneh akibat alat bantu dengar yang digunakan.
Untuk lebih efektif dan efisien dalam berjejaring sosial, penggunaan ponsel lebih berperan agar bisa terus terhubung. Sebab akses internet melalui ponsel yang semakin murah turut mendukung dalam berinteraksi.
Memang yang saya lakukan barulah langkah kecil, namun setidaknya sudah memulai bagimana memanfaatkan penggunaan jejaring sosial. Tak ada yang lebih menyenangkan ketika melihat senyum dan binar dimata anak-anak itu saat bisa berkomunikasi mendengar suara melalui alatnya. Dan menyakinkan bahwa mereka tak sendiri.
Berbagi dalam parent support
Bersama dengan para orangtua yang kukenal melalui jejaring sosial
--------------------------------------------------------------------------------------------------
*Ditulis untuk diikut sertakan pada Microsoft Bloggership 2011
**Foto dok pribadi