Senin, 28 Desember 2009

Suara Guntur itu masih bisa kudengar

Sudah mulai musim hujan. Petir dan guntur akan bersahut sahutan bersama turunnya hujan. Banyak orang takut begitu melihat kilatan petir di atas langit disertai bunyi guntur yang menggelegar. Bahkan ada yang menjerit ketika bunyi guntur itu pecah membahana di langit yang kelabu.

Entah mengapa kadang saya menikmati hal ini. Kilatan petir, suara guntur yang menggelegar di langit di sertai bunyi gemercik air hujan. Saya menyukainya karena saya masih bisa mendengar bunyinya.

ketika langit berubah kelabu,
kilatan petir menyambar
suara guntur menggelegar
rintik hujan turun membasahi bumi
kulepas hearing aidku
kudengarkan suara alam
Subhanallah..
suara itu masih bisa kudengar dengan baik..

Anda tau bagaimana rasanya mendengar bunyi itu tanpa mengenakan hearing aid..ah beda sekali rasanya. Bagi orang yang berpendengaran normal akan terasa keras sekali bunyinya. Namun bagi saya, lumayan keras tapi tentunya tak sampai membuat jantung saya berdegup karena kaget.

Aku merindukan suara-suara asli itu. Namun aku tahu tak semua suara asli itu bisa terjangkau oleh telingaku. Walaupun begitu aku tak bersedih. Karena bagaimanapun juga komunikasilah yang utama, yang membantuku agar tetap bisa hidup seperti yang lain.

Kuharap anda yang takut akan Petir dan suara guntur yang menyertainya jangan sampai membeci suara itu. Karena bagaimanapun itulah suara alam, yang masih bisa terdengar oleh orang sepertiku tanpa bantuan alat...


*gambar di ambil di sini

Rabu, 23 Desember 2009

Tentang Ibuku


Ibuku hanya ibu rumah tangga biasa. Kesibukannya hanya mengurus rumah tangga. Sementara bapakku hanyalah seorang PNS Deplu yang kebetulan pernah bertugas sebagai staff di kedutaan RI di LN.

Dimataku ibu sangat bersahaja, biasa saja. Walaupun telah ikut bapak bertugas di kedutaan, bergaul dengan istri-istri diplomat (oh iya bapakku bukan diplomat, cuma staff saja), namun tetap saja tak banyak perubahan darinya. Ibu tetaplah seperti dulu, tak bisa berbahasa Inggris, jalan pikirannya sedehana dan simple.

Ibu, mendampingiku kala aku melewati masa-masa sulit seperti saat aku sakit hingga begitu lama. Ketika tahu aku mengalami gangguan dengar karena efek samping antibiotik, ibu tetap bersikap biasa. Ia tidak terlihat shock, mungkin ini karena ibu tak tahu banyak mengenai gangguan dengar. Setidaknya hal ini patut di syukuri, karena dengan begitu ibu menganggap aku biasa saja tidak perlu di proteksi, walaupun ia tahu aku harus menggunakan hearing aid (alat bantu dengar). Ibu tetap menganggap aku normal sama seperti saudaraku. Maka dari itulah bila berbicara inotasi suaranya biasa saja, tak sampai berteriak-teriak.

Ketika aku, diejek oleh anak lain karena memakai hearing aid, ibu menghibur diriku agar jangan sedih karena ejekan itu. Ibu tahu semenjak mengalami gangguan dengar dan harus mengenakan hearing aid, banyak kesulitan yang menghampiriku. Mungkin karena itulah ia tak terlalu berharap banyak padaku. Namun dengan begitu menjadikan diriku malah terpacu untuk membuktikan bahwa aku pun bisa diandalkan.

Ibuku memang tak mempermasalahkan menganai gangguan dengar, namun ibu berharap aku sehat. Karena tak mau aku sakit seperti dulu lagi. Bagi ibu selama aku baik-baik saja, bisa beraktifitas dengan baik, bekerja itu sudah cukup.

Kini ketika akhirnya aku mulai dapat berdiri sendiri, aku tahu betapa leganya engkau. Karena aku yang dulu begitu kau cemaskan, akhirnya bisa menjawab semua kecemasanmu padaku.

Ibuku hanya wanita biasa, walaupun ia sederhana, namun tak menuntut anaknya agar mencapai ini itu. Untuk itulah aku bersyukur karena ibu tak tak pernah menganggap aku anak cacat, sehingga aku tetap tumbuh normal walaupun aku tahu bahwa diriku kini tak lagi bisa mendengar suara dengan jelas tanpa bantuan alat.



 ibu yang selalu mendukungku



*tulisan dalam rangka hari ibu, memang telat di posting..

Senin, 21 Desember 2009

Yang kutulis hanya sekedar berbagi

Aku menulis di blog ini tentang gangguan dengar yang aku alami. Namun sepertinya yang membaca mempresepsikan berbeda. Ada yang merasa prihatin akan gangguan dengar yang kualami.

Ku tuliskan semua itu bukan karena aku ingin di kasihani.
Aku baik-baik saja. Apa yang kutulis hanya sekedar berbagi.
walau memang duniaku tak sama lagi seperti dulu. Walau suara yang kudengar tak seasli yang ditangkap oleh kalian yang berpendengaran normal. Namun hidupku sama dengan kalian, aku tetap beraktifitas dengan normal.

Aku menuliskan ini karena aku ingin berbagi mengenai apa yang kurasa ketika suara itu menjauh dari diriku. Bagaimana suara itu terasa berbeda dalam duniaku.

Jadi, pandanglah aku sama seperti kalian. Aku menuliskan semua itu bukan untuk di kasihani. Aku hanya ingin kalian tahu karena ada orang-orang sepertiku di sekitar kalian.

Aku hanya ingin agar kelak bila kau bertemu anak-anak kecil, remaja, ataupun orang dewasa yang memakai hearing aid (alat bantu dengar) agar tidak menganggap mereka aneh. Karena merekapun sebenarnya tak ingin di anggap sebagai orang aneh...

*kutuliskan ini agar tak salah pengertian dalam membaca tulisan di blogku
 

Rabu, 16 Desember 2009

Ketika Telinga tidak digunakan dengan semestinya

Mendengar adalah anugerah yang indah. Namun seringkali tidak di sadari oleh manusia. Kadangkala telinga tidak di gunakan dengan semestinya. Mencuri dengar yang seharusnya tidak perlu, begitu sebaliknya tidak mendengarkan ketika seseorang bicara dengan anda. Tidak mau mendengarkan hal-hal yang berguna, walaupun mungkin itu terdengar menjengkelkan.

Andaikan kau tahu kawan, betapa mahalnya harga untuk mendengar itu. Kau pasti akan menggunakan telingamu baik-baik.

Saya tuliskan ini karena seminggu yang lalu hearing aid saya mengalami masalah, memang tidak ada yang rusak. Hanya saja ternyata earmold (cetakan telinga) yang kugunakan sudah tak cocok lagi. Tentu saja suara yang kudengar tidak maksimal. Dalam arti banyak suara yang terbuang dengan percuma. Untunglah saya segera mencetak earmold yang baru sehingga saya bisa mendengar dengan baik.

Adapun dari kejadian tersebut membuatku tersadar, betapa sayangnya suara yang selama ini terbuang percuma. Dimana saya tak menyadarinya. Ibaratnya suara itu bagaikan hanya lewat begitu saja.

Ketika aku ingin mendengar hal-hal yang baik, sungguh sulit kulakukan kawan. Mendengarkan ceramah dari suara speaker masjid, aku tak bisa seleluasa telinga anda. Tidak semua bisa kutangkap dengan jelas, banyak kata-kata hilang lewat begitu saja di telingaku. Namun aku tak bersedih, aku masih memiliki mata yang membantuku untuk mencari tahu apa yang ingin kutahu dengan banyak membaca.

Kawan, kau yang memiliki pendengaran normal, masihkah berpura-pura untuk tidak mendengarkan suara yang beguna dan lebih memilih mendengarkan suara yang yang tidak sepatutnya anda dengar. Kawan, jangan sampai anda menyesal kelak ketika suara itu pergi menjauh darimu sehingga jalan satu-satunya harus menebusnya dengan mahal.

Karena ketahuilah kawan, suara yang terdengar melalui hearing aid takkan bisa menyamakan Telinga ciptaan Tuhan. Bagaimanapun itu hanyalah sebuah alat, ia takkan bisa sama dangan yang asli. Namun begitu aku tak kecewa, suara yang kudengar tak sama dengan yang asli. Karena masih bisa mendengar suara bagiku adalah sesuatu yang patut ku syukuri.


*tulisan ini hanya sekedar share saja, betapa berharga suara itu bagiku

Minggu, 13 Desember 2009

Ketika Yang "Normal" Ingin dianggap "Cacat"

Sebuah pemandangan yang ironis sering kali saya jumpai di jalan-jalan ibu kota. Setiap hari hampir selalu saya temui pengemis yang berpura-pura cacat untuk sekedar mendapatkan belas kasihan. Awal mula melihatnya saya tak menduga bahwa orang tersebut normal. Namun karena begitu seringnya saya melihat lama-lama saya tau kalau orang itu hanya berpura-pura saja.

Saya heran, mengapa mereka yang normal, dimana semua indera mereka berfungsi dengan baik tetapi harus mengingkarinya dengan berpura-pura dan sengaja melakukannya. Sehingga orang lain akan jatuh iba kepada mereka.

Hal ini membuat saya tercenung, melihat keadaan yang bertolak belakang dengan orang-orang yang sering dianggap cacat. Namun tak pernah mau dan tak ingin dikasihani. Bahkan tak mau dianggap cacat atas tidak sempurnanya indera yang dimilikinya.

Walaupun pendengaran saya berkurang banyak, namun saya menolak bila di sebut sebagai orang cacat. Saya menganggap kekurangan ini bukan suatu cacat. Karena nyatanya saya masih bisa mendengar dengan baik walaupun hanya melalui sebuah alat (Hearing Aid).

Begitupun dengan anak-anak yang terlahir dengan gangguan dengar. Dimana anak-anak tersebut hanya bisa mendengar melalui alat, tetapi orangtua merekan mengusahakan agar anaknya tidak menganggap dirinya cacat. Karena secara fisik terlihat sama dengan anak lain. Tangan, kaki, mata, mulut, bahkan otak karena kecerdasan mereka sama dengan anak lain.

Itulah mengapa orangtua yang anaknya mengalami gangguan dengar lebih suka menyebut anaknya dengan "anak berkebutuhan khusus". Sebab anak-anak tersebut memang memiliki kebutuhan khusus yaitu kebutuhan akan pengunaan Hearing Aid.

Maka dari itu sungguh ironis bila yang normal, semua indera berfungsi dengan baik tapi mengingkarinya. Sedangkan yang dianggap cacat, berusaha sekuat tenaga agar tidak di pandang dari kekurangannya..


*gambar dari sini

Rabu, 02 Desember 2009

Yakinlah Anak-anak Pengguna Hearing Aid akan berguna

Sebagai pengguna Hearing Aid, saya sadar betul biaya hidupku mahal sekali. Hal ini tentu saja di sebabkan oleh Hearing Aid yang membutuhkan dana lebih.

Orangtua yang anaknya memiliki gangguan dengar, tentu merasakan betapa besarnya biaya yang mesti dikeluarkan untuk anaknya agar bisa mendengar dengan baik. Pembelian Hearing Aid dan biaya servicenya secara berkala. Apabila Hearing Aidnya rusak berat, entah berapa lagi biaya yang mesti di keluarkan untuk menggantinya.

Perlu di ketahui, hearing aid ini sama seprti alat elektronik. Punya jangka waktu pemakaian. Jadi tak mungkin selamanya hearing aid itu di gunakan. Dalam waktu tertentu harus di ganti dengan yang baru. Tentu saja harganya akan bertambah naik setiap tahunnya.

Anak yang mengalami gangguan dengar sejak bayi, juga memerlukan terapi agar anak tersebut bisa berbicara. Maka dari itu orang tua yang anaknya di vonis tunarunggu mengusahakan agar anaknya mengikuti terapi wicara dan terapi mendengar yang di sebut juga AVT (Audio Verbal Therapy). Tentunya hal ini mengeluarkan biaya juga.

Terapi itu dilakukan karena orangtua ingin anaknya bisa berbicara. Karena selama ini stigma tuli pasti bisu sudah melekat di benak masyarakat kita. Tentunya orangtua tak mau masa depan anaknya suram karena keterbatasan dalam berkomunikasi. Maka mereka berusaha agar anaknya bisa berbicara, walupun untuk mendengar hanya bisa melalui hearing aid.

Bisa anda bayangkan berapa besarnya biaya untuk membesarkan anak yang memiliki gangguan dengar. Selain tentunya biaya pokok sehari-hari. Untuk itulah perlu kebesaran hati orangtua yang memiliki anak dengan gangguan dengar agar tidak berputus asa terhadap anaknya.

Yakinlah apa yang sudah orangtua lakukan demi anak-anak tersebut akan membuahkan hasil. Yakinlah anak-anak tersebut akan berguna kelak, karena tau betapa besarnya pengorbanan orangtuanya yang ingin mereka bisa mendengar sama baiknya dengan orang lain walaupun hanya melalui alat.

Untuk kasus saya yang kehilangan pendengaran. Tentunya saya bersyukur karena orangtua saya memberikan kesempatan untuk bersekolah tinggi. Karena mereka sadar, dengan membekali ilmu pengetahuan, maka saya bisa berdiri sendiri kelak. Tidak menjadi beban orang lain.

Untuk itulah, bagi orangtua yang memiliki anak dengan gangguan dengar. Jangan berkecil hati. Yakinlah akan anaknya, tetap berikan yang terbaik untuk mereka..

*gambar di ambil di sini

  © Free Blogger Templates Autumn Leaves by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP