Kamis, 29 Juli 2010

Ralat Review Blog

Beberapa minggu sebelumnya blogspot saya di review oleh majalah Chic . Mengenai review tersebut kutuliskan dalam postingan sebelumnya disini.

Teman, bukannya saya tidak berterimakasih atas dimuatnya review blog tersebut.
Namun saya merasa ada kalimat yang membuat saya keberatan atas tulisan tersebut. Sebab bagaimanapun saya perlu meluruskan pemahaman mengenai gangguan dengar.

Maka berdasarkan saran dari seorang kawan kebetulan mengerti tentang jurnalisme, saya mengirimkan surat pembaca sebagai bentuk tanggapan atas review tersebut.

Syukurlah pihak redaksi menerima apa yang menjadi keberatan saya. Di Majalah Chic no.68 tahun 2010 ralat blog itu dimuat. Berikut saya scan ralat tersebut.



Untuk majalah Chic terimakasih atas itikad baiknya dan terimakasih juga sudah turut menyebarkan informasi mengenai gangguan dengar.


*untuk membaca ralat tersebut klik gambar


Selasa, 20 Juli 2010

Sampai Kapan Pakai Alat?

Sampai kapan aku harus pakai alat?

Sebuah pertanyaan yang sering kali membuat sedih dan entah bagaimana menjelaskannya pada seorang anak yang mengalami gangguan dengar.

Ketika seorang anak tuna rungu (TR) mulai menguasai kosa kata dan bisa berbicara. Maka saat itulah rasa ingin tahu mereka ungkapkan dalam berbagai bentuk pertanyaan. Termasuk ketika menyadari dirinya berbeda dengan anak-anak seusianya.

Hearing aid, itulah yang membuat seorang anak tuna rungu  maupun anak-anak yang mengalami gangguan dengar merasa bahwa dirinya berbeda dengan anak lain. Sehingga timbul pertanyaan pada diri mereka.
"Sampai kapan aku harus pakai alat?"

Bagi orang-orang yang mengerti pentingnya hearing aid bagi ATR maupun anak dengan gangguan dengar tentunya sedih mendengar pernyataan tersebut. Karena tak mudah menjawab pertanyaan itu, sebab bisa jadi akan membuat mereka sedih.

Sebagai pengguna hearing aid, akupun dulu bertanya hingga kapan alat ini bisa lepas dari telingaku. Kapan telinga ini bisa bebas seperti dulu lagi. Mendengar tanpa alat, sehingga tak perlu terlihat aneh.

Ketika seorang anak terkena gangguan dengar dan diharuskan mengenakan hearing aid. Maka mulai dari situlah anak tersebut selamanya tak akan bisa lepas dari alat.

Begitupun ketika seorang bayi di ketahui mengalami gangguan dengar sehingga di vonis tuna rungu, saat itulah orangtua memilih opsi memakaikan hearing aid di kedua telinga anaknya.

Bisa dibilang mengenakan hearing aid itu ibaratnya kontrak mati dengan alat. Karena begitu besar ketergangtungan akan alat untuk kehidupan sehari-hari.

Apabila seorang anak sudah terbiasa berada dalam dunia suara, menggunakan bahasa verbal dalam berkomunikasi. Tentunya akan merasa aneh bila tak lagi mendengar suara seperti dulu.
Begitupun dengan anak tuna rungu yang sudah di kenalkan suara melalui alat sedari usia bayi. Mereka akan merasa aneh bila dunianya menjadi hening.

Untuk itulah banyak orangtua anak tuna rungu harus bisa memberi pengertian bahwa pemakaian alat tersebut tak terbatas pada usia anaknya. Bahwa sampai kapanpun alat tersebut akan terus berada ditelinganya.

Dan berhentilah berharap bahwa suara yang hilang akan kembali lagi. Karena walaupun suara itu tak lagi kembali, masih ada hal yang bisa digapai.

Kamis, 08 Juli 2010

Seharian Bersama ATR

Apa yang terpikirkan oleh anda ketika akan berinteraksi dengan anak tunarunggu (ATR)?

Mungkin akan membayangkan sulit berkomunikasi dengan mereka.
Sayapun yang mengalami gangguan dengar sama penasarannya dengan anda. Apakah benar anak-anak yang terlahir dengan gangguan dengar bisa berbicara sama seperti anak lainnya. Sebab untuk saya yang mengalami gangguan dengar tentu berbeda dalam penguasaan kosa kata.
Dimana ketika mengalami gangguan dengar saya sudah banyak menguasai kosa kata. Sementara anak-anak yang terlahir dengan kondisi mengalami gangguan dengar benar-benar memulai segalanya dari nol. Baik mendengar maupun mengenal kata dan artinya.

Beberapa waktu lalu, tepatnya hari sabtu tanggal 26 Juni 2010. Saya janjian bertemu dengan bertemu ATR yaitu Lala, Roza, Davin beserta keluarga mereka. Pertemuan ini terjadi karena kebetulan bertepatan dengan liburan anak-anak sekolah.

Kami sepakat bertemu di Monas jam 10 pagi. Ketika sampai Monas, saya hanya menemui Roza dan umminya serta Lala dan orangtuanya. Karena pada hari itu bertepatan dengan peringatan Hari Anti Narkoba Indonesia. Sudah tentu keadaan di monas menjadi padat,banyak orang.
Maka orangtua Lala berinisiatif mengajak pindah ke Ancol. Kabetulan keluarga Davin juga sudah ada di sana.

Ketika berada dalam mobilkeluarga Lala, saya memperhatikan bagaimana Roza dan Lala yang tuna rungu sedari lahir berkomunikasi. Ternyata mereka berbicara selayaknya anak-anak berpedengaran normal. walaupun usia kurang lebih 8 tahun -baru naik ke kelas2 SD sekolah umum-, namun saya menilai pengucapan kata mereka cukup jelas terdengar di telinga saya yang juga mengalami gangguan dengar.

Saya cukup kaget mengetahui mereka mengerti perbedaan kata "sepotong", "dibelah", "dibagi" karena untuk saya kata-kata tersebut cukup sulit dimengerti anak kelas 2 SD. Apalagi untuk mereka yang sedari bayi sudah mengenakan alat.

Rupanya orangtua mereka memang telah mengajarkan mendengar dan melatih bicara sedari mereka kecil. Maka tak heran hasilnya mulai tampak ketika anak-anak itu memasuki sekolah.

Di Ancol saya bertemu dengan Davin dan keluarganya. Davin seusia dengan Lala dan Roza. walaupun dia tuna runggu, namun saya lihat dia cukup tanggap ketika berkomunikasi pada adik-adiknya yang berusia balita.

Bercanda, bertukar cerita dengan Lala, Roza,dan Davin. Saling share tentang hearing aid dengan orangtua mereka. Membuat hari itu terasa begitu cepat berlalu.

Rupanya seharian bersama mereka tak begitu terasa. Karena komunikasi tetap dilakukan secara verbal dengan kata-kata. Begitupun ketika mereka bermain air, wlaupun tidak mengenakan hearing aid mereka tetap berbicara dan berkomunikasi dengan memperhatikan gerak mulut lawan biacaranya.

Seharian bersama mereka, makin mengetahui bahwa anak-anak tuna runggu ini sama normalnya dnegan anak lain. Yang membedakan mereka hanyalah sebuah alat bernama hearing aid.

Stigma tuli pasti bisu, benar-benar sudah di patahkan oleh mereka.




_______________________________________________________________________________
*foto dok.pribadi

Senin, 05 Juli 2010

Blogku di Review Majalah CHIC

Teman, di minggu pagi 4 juli 2010, sebuah email dari yang pengunjung blog membuat saya heran. Dalam email itu mengabarkan kalau mengetahui blog saya dari review majalah Chic.
Ketika membuka Multiply pun saya terkejut karena salah satu contact menulis notes tentang blogspot saya yang di muat di majalah CHIC edisi 66 2010 (30 juni - 14 juli 2010).

Suatu kebanggan tersendiri bahwa blog yang usianya masih kurang dari setahun di review majalah CHIC dimana setahu pangsa pasar pembacanya adalah para wanita karier.

Blog ini memang di khususkan untuk menulis apapun yang terkait dengan gangguan dengar. Maka dari itu dengan direviewnya blog ini di majalah CHIC saya berharap informasi mengenai gangguan dengar, bisa diketahui lebih luas lagi.

Ada yang ingin saya kritik dari review tersebut.
Saya agak keberatan dengan kalimat "terlahir kurang beruntung dalam indera pendengaran".
Perlu di ketahui, saya terlahir dengan keadaan pendengaran normal, sama seperti anak lainnya. Penyebab mengapa saya mengalami gangguan dengar sudah dituliskan dalam "Mengapa Terkena Gangguan Dengar"
Pada tulisan itu dijelaskan bahwa tidak semua yang mengalami gangguan dengar itu terjadi di usia bayi.

Saya tak ingin ada kerancuan informasi mengenai hal ini. Sebab kalimat itu setidaknya membuat keluarga, teman yang mengenal saya secara nyata heran. Karena mereka tahu saya mengalami gangguan dengar saat sudah bisa berbicara, bukan sedari saya lahir.

Terlepas itu semua, saya sangat berterimakasih pada majalah CHIC atas review blog ini. Semoga dengan adanya review blog ini, bisa di jadikan untuk lebih semangat lagi mengupdate isi blog.

Salam,

Yusnita

_________________________________________________
*silakan klik gambar untuk membacanya


  © Free Blogger Templates Autumn Leaves by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP