Minggu, 28 Maret 2010

Mengapa Terkena Gangguan Dengar?

Gangguan dengar merupakan salah satu yang tak terdeteksi ketika bayi lahir. Umumnya bayi yang mengalami gangguan dengar baru terdeteksi ketika usianya sudah mencapai 1 tahun. Dalam hal ini ada baiknya orangtua curiga apabila dalam rentang usia 12-18 bulan bayi belum bisa berbicara.

Berbicara sangat erat kaitannya dengan mendengar. Apabila seorang bayi mengalami gangguan dengar, sudah tentu bayi tersebut sukar untuk menirukan ucapan dan belajar berbicara. Karena bayi berbicara bedasarkan apa yang ia dengar.

Banyak penyebab mengapa seorang anak terkena gangguan dengar. Salah satu yang paling sering terjadi (terutama pada kasus teman-teman kecil saya) penyebabnya yaitu virus rubella yang menyerang ibunya sewaktu masa kehamilan.

Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan dapat mengakibatkan kecacatan. Dapat terjadi abortus (keguguran), bayi meninggal pada saat lahir, atau mengalami sindrom Rubella Kongenital.

Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :
  1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :
    • Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.
    • Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.
    • Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.
    • Retardasi mental
    • Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )
    • Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain
  2. Extended – sindroma rubella kongenital. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ).
  3.  Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.

Penyebab lainnya yaitu bayi lahir prematur (lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu). Bayi yang lahir prematur biasanya rentan akan berbagai macam infeksi. Anak yang terkena gangguan dengar biasanya terkena infeksi karena lahir prematur.

Penyebab gangguan dengar lainnya yaitu pengaruh antibiotik pada usia anak-anak. Kasus ini seperti yang ku alami, pemakaian antibiotik dalam rentang waktu yang cukup lama bisa mengakibatkan gangguan pedengaran. Antibiotik ini biasanya untuk obat paru-paru masuk kedalam jenis golongan aminoglikosida.

Apapun itu, semua sudah terjadi. Orangtua harus siap menerima kenyataan akan anaknya yang terkena gangguan dengar. Setidaknya satu hal yang patut disyukuri bahwa yang menimpa anaknya tidak mempengaruhi fungsi otak.

Sejauh yang kulihat kecerdasan anak-anak Tuna Runggu (TR) tetap sama seperti anak-anak lainnya. Memang dalam hal berbicara terdapat banyak kendala, perlu latihan ekstra dalam mengajarkan mereka mengenal suara melalui hearing aid. Namun disitulah para orangtua diuji sejauh mana mereka bisa sabar dalam membimbing anaknya mengenal suara.

Baik aku maupun anak-anak TR , kalaupun kami bisa memilih. Tentunya tak ingin mengalami gangguan dengar. Tapi syukurlah kami tak perlu berada di kesunyian dan samar-samar, karena kami masih bisa dibantu mendengar melalui hearing aid.


Sumber:
- mengenai virus Rubella : http://www.enformasi.com/2009/02/virus-rubella.html
- pengalaman pribadi dan sharing dengan ortu Anak TR

gambar :
- http://www.adclinic.com/Doctors_Specialties_Maps/Pediatrics/C_kids%27hearing.htm

Minggu, 21 Maret 2010

Tidak Selayaknya anak-anak itu dikucilkan

Kupikir tadinya hanya aku saja yang mengalami ini ketika masih anak-anak dan mengenakan hearing aid, berada di tengah anak-anak normal, bersekolah di sekolah umum. Namun ternyata teman-teman kecilku pun akhirnya mengalaminya juga

Menjadi satu-satunya murid di sekolah yang mengenakan hearing aid sungguh tak mengenakan. Apalagi bila hearing aid yang kukenakan terlihat oleh murid lain, langsung menjadi pusat perhatian akibat alat yang tak biasa itu.

Secara akademis tak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena aku tak mengalami kendala dalam menyerap pelajaran. Kegemaran membaca, menjadikan diriku tak tertinggal pelajaran.

Tetapi mendengar itu bukan perkara mudah. Seringkali aku salah mendengar apa yang diomongkan oleh teman (bila memang itu bisa disebut teman). Parahnya bila aku salah mendengar, bukannya memberitahukan bahwa yang kutangkap salah tetapi yang ada malah menertawakanku. Kalau sudah begitu hanya bisa diam saja mendengar tertawaan mereka.

Begitupun dalam bermain, seringkali aku merasa dikucilkan karena hearing aid yang kugunakan terlihat aneh bagi mereka. Biasanya bila sudah begitu, aku memilih untuk tidak bermain bersama anak-anak itu.


Kejadian itu sudah bertahun-tahun lalu saat diriku masih bersekolah. Namun ketika aku akhirnya mengetahui bahwa hal yang pernah kualami ternyata terjadi juga pada teman-teman kecilku yang Tuna Runggu (TR) dan mengenakan hearing aid.

Di kucilkan tidak boleh bermain bersama itulah yang sering terjadi. Dari sharing seorang ibu anak TR betapa sedih hatinya ketika anaknya yang saat itu ijin bermain keluar rumah tak lama kemudian langsung pulang lagi dengan wajah cemberut dan bilang bahwa dirinya tak boleh ikut bermain dengan kawan-kawannnya yang normal. Hati ibu mana yang tidak sedih mengetahui penolakan anak lain pada putrinya yang mengalami gangguan dengar.

Anak-anak dengan gangguan dengar tak seharusnya di kucilkan. Apabila ada anak normal yang bermain dengan anak TR, berikan pngertian untuk tidak mngucilkan anak TR yang mengenakan hearing aid. Berikan pengertian bahwa hearing aid itu bukan barang aneh, merupakan alat yang membantu kawannya yant TR untuk mendengar. Karena pada dasarnya anak TR itu sama normalnya dengan anak lain.

Memang yang paling sulit itu adalah kala masa kanak-kanak, begitu mulai beranjak remaja, masalah dikucilkan karena dianggap aneh akan berkurang dengan sendirinya seiring juga makin pahamnya beberapa anak untuk menerima temannya yang berkebutuhan khusus.

Namun bagaimanapun juga orangtua yang memiliki anak dengan gangguan dengar dan mengenakan hearing aid harus mengantisipasi hal ini. Begitupun dengan anda yang memiliki anak normal, berikan pengertian pada anak anda untuk tidak mengucilkan temannya yang memiliki kebutuhan khusus.

Karena bisa bermain, dianggap sama dengan lainnya, bagi anak yang mengalami gangguan dengar merupakan bentuk support dan menunjukkan pula bahwa anak itupun bisa diterima oleh temannya yang normal.

Selasa, 16 Maret 2010

Berhenti Menyalakan Diri

Ketika seorang ibu tahu anaknya mengalami gangguan dengar, mungkin terbesit rasa penyesalan pada dirinya. Namun haruskan terpuruk menyesali keadaan anaknya. Sehingga tak tahu harus berbuat apa.
Menyesali dan meyalahkan diri akan keadaan yang telah terjadi takkan menyelesaikan masalah. Orangtua yang tahu keadaan anaknya setidaknya harus berhenti menyalahkan diri. Ini langkah penting agar orangtua mampu melangkah ketahap selanjutnya.

Sepengetahuan saya dari sharing dengan orang tua Anak Tuna Runggu (TR) tak mudah memang menerima kenyataan itu. Ketika hasil tes BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry) -merupakan tes pendengaran untuk bayi- di bacakan dan mengetahui besarnya gangguan dengar anaknya, umumnya dari para orangtua tersebut tidak siap menerima kenyataan. Namun syukurlah mereka pada akhirnya sadar bahwa mereka harus bangkit tidak boleh terpuruk menyesali kenyataan akan keadaan anaknya yang Tuna Runggu.

Bila orang tua tidak bangkit, bagaimana dengan nasib anaknya. Bila orangtua tidak berusaha sekuat tenaga membelikan hearing aid (mengingat harganya mahal) bagaimana mungkin anaknya bisa mendengar. Semua itu memang butuh pengorbanan dan usaha. Dan ternyata pengorbanan dan usaha orangtua TR itu tidaklah sia-sia. Melihat anaknya merespon suara, mengerti apa yang di ucapkan ornagtuanya. Bisa berkomunikasi dengan orangtua dan orang normal lainnya, itu merupakan hal yang membahagiakan.

Begitupun denganku yang mengalami gangguan dengar di usia anak-anak. Memang duniaku jadi berubah, suara yang kudengar tak lagi sama seperti dulu. Tapi haruskan aku menyalahkan diri sendiri karena dulu pernah sakit sehingga efek samping obat mengenai syaraf pendengaran? Tentunya tak boleh begitu. Karena bila terus menyalahkan diri sudah tentu tak mungkin saya bisa kembali berbaur dan beradaptasi dnegan orang normal lainnya.

Menyalahkan diri atas apa yang sudah terjadi tak akan menyelesaikan masalah. Meratapi sesuatu yang sudah hilang seperti pendengaran tak ada gunanya. Bilamana yang telah hilang itu masih bisa diganti, walau mungkin tak sama seperti yang asli mengapa tidak dimanfaatkan.
Karena hidup bagaimanapun haru terus berlanjut. Yaa selagi diberi umur memang sebaiknya manfaatkan usia.

Begitupun dengan anak-anak Tuna Rungu, jalan mereka masih panjang. Jangan biarkan anak-anak itu terbengkalai dan tak ditangani akibat dari orangtua yang selalu menyalahkan diri. Jadi berhentilah menyalahkan diri.


Selasa, 09 Maret 2010

Haruskan Anak-Anak itu menjadi Bisu?

Anak yang dilahirkan dengan kondisi mengalami gangguan dengar biasanya akan mengalami kesulitan dalam berbicara. Hal ini disebabkan karena indera pendengaran mereka tak merespon suara, sehingga mulut kesulitan untuk menirukan suara. Tak heran apabila seorang anak yang mengalami gangguan dengar (Tuna Runggu) sejak bayi, biasanya akan di vonis jadi bisu.
Namun benarkan anak-anak yang terlahir dengan gangguan dengar (Tuna Runggu) berarti juga bisu?

Ternyata belum tentu anak yang terlahir dengan gangguan dengar akan bisu. Karena ternyata anak-anak yang memiliki gangguan dengar bisa dilatih berbicara.
Bagaimana caranya?
Tentunya dengan mengenalkan suara terlebih dahulu. Tanpa tahu bunyi suara seperti apa, anak akan susah menirukan suara. Untuk itulah pentingnya pemakaian hearing aid (alat bantu dengar). Dengan terbiasa menggunakan hearing aid (alat bantu dengar), maka anak akan di latih untuk mulai berbicara. Dalam hal ini orangtua anak mendaftarkan anaknya mengikuti terapi wicara.

Melatih berbicara anak dengan gangguan dengar itu bukan perkara mudah, perlu kesabaran orangtuanya. Anak yang sudah mengenakan hearing aid (alat bantu dengar) dan mengikuti terapi wicara tidak serta merta akan berbicara. Tapi butuh waktu dan proses. Agar anak lebih terbiasa lagi berbicara, maka orangtua perlu berperan aktif melatih anaknya kala dirumah.

Teman kecilku yang bernama Arum usianya hampir 3 tahun. Saat ini masih menjalani terapi wicara. Melalui jejaring Multiply aku tahu bagaimana perkembangan bicaranya. Ibunya rajin mengupload video saat Arum belajar bebicara, bernyanyi. Sungguh luar biasa mendengar Arum ternyata juga bisa bernyanyi sama seperti anak lainnya.

Memang bila dibandingkan dengan anak seusianya yang berpedengaran normal. Kemampuan bicara Arum belumlah selancar anak lain. Tapi melihat dia sudah bisa berbicara walau hanya kata-kata pendek itu sudah merupakan kemajuan yang besar bagi orangtuanya. Aku yakin seiring bertambahnya usia kelak, Arum pasti bisa lancar berkata-kata.

Anak-anak dengan gangguan dengar tidak seharusnya menjadi bisu. Dengan bisa berbicara, maka kesempatan anak-anak yang mengalami gangguan dengar untuk bersosialisai bisa lebih luas lagi. Dengan bisa berbicara anak-anak tersebut bisa mengungkapkan apa yang dirasakan. Ini tentunya berbeda apabila anak tersebut bisu. Besar kemungkinan sering terjadi salah pengertian komunikasi antara anak dengan orang lain.

Jadi bilamana mungkin, masihkah anak-anak dengan gangguan dengar harus mengalami bisu juga? Beri kesempatan pada anak-anak tersebut agar mereka bisa berbicara dan tak perlu menjadi bisu.


*sumber gambar http://www.cdslp.net/index.php/gallery/

Kamis, 04 Maret 2010

Internet Memudahkanku Untuk Sekedar Berbagi

Internet saat ini bukanlah hal yang asing lagi. Banyak orang mengenal internet, muali dari anak kecil, remaja, sampai dewasa. Begitupun dengan berbagai latar belakang para penggunanya.

Internet saat ini semakin mudah diakses, maka semakin luaslah penggunaannya di masyarakat. Apabila digunakan secara baik tentunya akan membawa manfaat besar bagi yang menggunakannya. Begitupun denganku yang merasakan dampak baik dari internet.

Dulu saat awal tahun 2000 dimana internet masih sulit di akses tak mudah bagi saya mencari bebagai informasi mengenai gangguan dengar. Warnet memang sudah ada tapi masih begitu mahal bagiku yang saat itu masih berstatus pelajar. Maka tak mudah buatku untuk menemukan anak-anak yang juga menggunakan hearing aid mengingat duniaku normal-normal saja. Dalam arti aku selalu bergaul dengan orang normal, jarang sekali melihat orang yang sama denganku yaitu sama-sama mengenakan hearing aid. Kalaupun melihatnya itupun kala aku melakukan service secara berkala di tempat penjualan hearing aid.

Syukurlah kemajuan internet begitu pesat, kini internet mudah di akses. Melalui dunia maya saya dengan mudah mencari berbagai informasi mengenai gangguan dengar baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri. Aku pun akhirnya tahu apa penyebab gangguan dengar yang kualami dan mengapa bisa sampai terjadi.

Melalui media internet pula aku menemukan para orangtua yang memiliki anak Tuna Runggu (TR). Dengan mereka, aku saling share bertukar informasi. Melalui ortu anak TR aku mengetahui jenis-jenis hearing aid (Alat Bantu Dengar). Begitupun dengan mereka, melalui diriku mereka mengetahui bagaimana kala anaknya nanti bila disekolahkan di sekolah umum dan apa saja yang harus diantisipasi.

Diriku yang dulu merasa sendiri, tak tahu kemana untuk sekedar berbagi. Melalui Internet semua jadi begitu mudah. Akupun akan dengan senang hati memberikan support sekedar berbagi pengalaman bagaimana bersekolah di sekolah umum dengan telinga yang menggunakan hearing aid.

Internet bila memang dipakai untuk tujuan baik, Insyaallah akan banyak sekali manfaatnya. Seperti yang sudah saya rasakan. Dengan Internet akupun bisa sekedar berbagi.


*gambar di ambil di sini

Senin, 01 Maret 2010

Jangan Putus Asa yaa..

Wajah balita itu berbinar usianya 1 tahun. Ia di diagnosa mengalami gangguan dengar sebesar 90db. Suara yang keluar dari mulutnya hanyalah suara tawa kala diajak bercanda oleh orangtuanya. Ia belum bisa berkata-kata.

Ia adalah putri mungil yang sudah begitu lama didambakan oleh kedua orangtuanya. Begitu di sayang oleh keluarganya. Namun vonis Tuna Runggu menjadikan orangtuanya terutama ibundanya gamang. Tak tahu bagaimana putrinya kelak. Syukurlah, ibu tersebut mau berbagi kegundahannya melalu jejaring multiply. Dimana pada akhirnya akupun mengenalnya kini.
Orangtua anak-anak TR yang sudah lebih dahulu sukses membuat anaknya bisa berbicara turut mencoba merangkul ibu tersebut agar jangan putus asa. Begitupun diriku mencoba memberikan uluran tangan bahwa suara itu masih bisa di dengar. Mengingat gangguan dengar putrinya masih sekitar 90db, sedangkan saya lebih 93db dimana lebih besar lagi.

Tuhan.. bantu aku mengulurkan tangan padanya...
Bantu aku menguatkan ibunda tersebut
Bahwa apapun masih mungkin terjadi pada putrinya kelak.
Mendengar suara bukan lagi hal yang mustahil
Bantu aku sekedar memberitahukan padanya
Masih ada hearing aid yang dapat membantu putrinya
Agar bisa mendengar suara seperti halnya diriku dan anak-anak dengan gangguan dengar lainnya..



*dituliskan ketika hari ini baru saja mengenal ibu dari Liloet (1th)

  © Free Blogger Templates Autumn Leaves by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP