Apa yang terpikirkan oleh anda ketika akan berinteraksi dengan anak tunarunggu (ATR)?
Beberapa waktu lalu, tepatnya hari sabtu tanggal 26 Juni 2010. Saya janjian bertemu dengan bertemu ATR yaitu Lala, Roza, Davin beserta keluarga mereka. Pertemuan ini terjadi karena kebetulan bertepatan dengan liburan anak-anak sekolah.
Kami sepakat bertemu di Monas jam 10 pagi. Ketika sampai Monas, saya hanya menemui Roza dan umminya serta Lala dan orangtuanya. Karena pada hari itu bertepatan dengan peringatan Hari Anti Narkoba Indonesia. Sudah tentu keadaan di monas menjadi padat,banyak orang.
Maka orangtua Lala berinisiatif mengajak pindah ke Ancol. Kabetulan keluarga Davin juga sudah ada di sana.
Ketika berada dalam mobilkeluarga Lala, saya memperhatikan bagaimana Roza dan Lala yang tuna rungu sedari lahir berkomunikasi. Ternyata mereka berbicara selayaknya anak-anak berpedengaran normal. walaupun usia kurang lebih 8 tahun -baru naik ke kelas2 SD sekolah umum-, namun saya menilai pengucapan kata mereka cukup jelas terdengar di telinga saya yang juga mengalami gangguan dengar.
Saya cukup kaget mengetahui mereka mengerti perbedaan kata "sepotong", "dibelah", "dibagi" karena untuk saya kata-kata tersebut cukup sulit dimengerti anak kelas 2 SD. Apalagi untuk mereka yang sedari bayi sudah mengenakan alat.
Rupanya orangtua mereka memang telah mengajarkan mendengar dan melatih bicara sedari mereka kecil. Maka tak heran hasilnya mulai tampak ketika anak-anak itu memasuki sekolah.
Di Ancol saya bertemu dengan Davin dan keluarganya. Davin seusia dengan Lala dan Roza. walaupun dia tuna runggu, namun saya lihat dia cukup tanggap ketika berkomunikasi pada adik-adiknya yang berusia balita.
Bercanda, bertukar cerita dengan Lala, Roza,dan Davin. Saling share tentang hearing aid dengan orangtua mereka. Membuat hari itu terasa begitu cepat berlalu.
Rupanya seharian bersama mereka tak begitu terasa. Karena komunikasi tetap dilakukan secara verbal dengan kata-kata. Begitupun ketika mereka bermain air, wlaupun tidak mengenakan hearing aid mereka tetap berbicara dan berkomunikasi dengan memperhatikan gerak mulut lawan biacaranya.
Seharian bersama mereka, makin mengetahui bahwa anak-anak tuna runggu ini sama normalnya dnegan anak lain. Yang membedakan mereka hanyalah sebuah alat bernama hearing aid.
Stigma tuli pasti bisu, benar-benar sudah di patahkan oleh mereka.
_______________________________________________________________________________
*foto dok.pribadi
Mungkin akan membayangkan sulit berkomunikasi dengan mereka.
Sayapun yang mengalami gangguan dengar sama penasarannya dengan anda. Apakah benar anak-anak yang terlahir dengan gangguan dengar bisa berbicara sama seperti anak lainnya. Sebab untuk saya yang mengalami gangguan dengar tentu berbeda dalam penguasaan kosa kata.
Dimana ketika mengalami gangguan dengar saya sudah banyak menguasai kosa kata. Sementara anak-anak yang terlahir dengan kondisi mengalami gangguan dengar benar-benar memulai segalanya dari nol. Baik mendengar maupun mengenal kata dan artinya.
Beberapa waktu lalu, tepatnya hari sabtu tanggal 26 Juni 2010. Saya janjian bertemu dengan bertemu ATR yaitu Lala, Roza, Davin beserta keluarga mereka. Pertemuan ini terjadi karena kebetulan bertepatan dengan liburan anak-anak sekolah.
Kami sepakat bertemu di Monas jam 10 pagi. Ketika sampai Monas, saya hanya menemui Roza dan umminya serta Lala dan orangtuanya. Karena pada hari itu bertepatan dengan peringatan Hari Anti Narkoba Indonesia. Sudah tentu keadaan di monas menjadi padat,banyak orang.
Maka orangtua Lala berinisiatif mengajak pindah ke Ancol. Kabetulan keluarga Davin juga sudah ada di sana.
Ketika berada dalam mobilkeluarga Lala, saya memperhatikan bagaimana Roza dan Lala yang tuna rungu sedari lahir berkomunikasi. Ternyata mereka berbicara selayaknya anak-anak berpedengaran normal. walaupun usia kurang lebih 8 tahun -baru naik ke kelas2 SD sekolah umum-, namun saya menilai pengucapan kata mereka cukup jelas terdengar di telinga saya yang juga mengalami gangguan dengar.
Saya cukup kaget mengetahui mereka mengerti perbedaan kata "sepotong", "dibelah", "dibagi" karena untuk saya kata-kata tersebut cukup sulit dimengerti anak kelas 2 SD. Apalagi untuk mereka yang sedari bayi sudah mengenakan alat.
Rupanya orangtua mereka memang telah mengajarkan mendengar dan melatih bicara sedari mereka kecil. Maka tak heran hasilnya mulai tampak ketika anak-anak itu memasuki sekolah.
Di Ancol saya bertemu dengan Davin dan keluarganya. Davin seusia dengan Lala dan Roza. walaupun dia tuna runggu, namun saya lihat dia cukup tanggap ketika berkomunikasi pada adik-adiknya yang berusia balita.
Bercanda, bertukar cerita dengan Lala, Roza,dan Davin. Saling share tentang hearing aid dengan orangtua mereka. Membuat hari itu terasa begitu cepat berlalu.
Rupanya seharian bersama mereka tak begitu terasa. Karena komunikasi tetap dilakukan secara verbal dengan kata-kata. Begitupun ketika mereka bermain air, wlaupun tidak mengenakan hearing aid mereka tetap berbicara dan berkomunikasi dengan memperhatikan gerak mulut lawan biacaranya.
Seharian bersama mereka, makin mengetahui bahwa anak-anak tuna runggu ini sama normalnya dnegan anak lain. Yang membedakan mereka hanyalah sebuah alat bernama hearing aid.
Stigma tuli pasti bisu, benar-benar sudah di patahkan oleh mereka.
_______________________________________________________________________________
*foto dok.pribadi
wah kayaknya asyik banget mba jalan-jalannya
BalasHapus:)
kalo ada dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar kayaknya akan membantu mereka :)
Iya bener.. dukungan dan apa yang dilakukan orangtuanya.. setidaknya terlihat hasilnya
BalasHapusmereka sama dengan anak-anak lain, senang berceloteh dan sama berisiknya hehe..
liburan yang menyenagkan....mengapa kita harus saling bahu membahu, itu dia..dengan adanya dukungan kuat dari keluarga dan orang tua, maka yang kesulitan pun bisa terbantukan.
BalasHapusBener sekali, selama ini memang muncul anggapan bahwa anak yg tuli pasti bisu... dan ternyata itu keliru besar..! Semua tergantung bagaimana orang tua menyikapi kondisi anaknya ya..?
BalasHapusSalut utk orang tua dan anak2 TR yang menerima keadaan dg ikhlas dan tetap bersikap positif..!
BalasHapusPatut utk diteladani...
Bersyukurnya, ketika hidup memberi makna kepada orang lain. Dan Mbak Nitha, telah melakukan itu. berbagi, bersama mereka, juga dengan kami semua.
BalasHapusMenyenangkan ya bisa liburan bersama mereka.
BalasHapusbtw, tante saya sejak lahir sudah mengalami tuna rungu. Tapi dia bisa membaca dan menulis. Juga bisa berkomunikasi walaupun tidak senormal orang biasa, karena sejak kecil hingga sekarang tidak mengenal alat bantu dengar. Kira-kira memungkinkan tidak kalau dipasang alat bantu dengar? mengingat usianya yang kini sudah menginjak kepala 3 dan harus belajar dari nol lagi.
@Ibu Dini: Liburan ini kebetulan karen ROza yang berada di Jogja bertandang ke Jakarta. Sehingga sekalian bertemu dengan teman-temannya yang selama ini hanya di kenal lewat FB dan multiply.
BalasHapusKebanyakn emmang orangtua mereka sangat aktif untuk perkembangan komunikasi mereka.
@Mba Reni: Anak-anak ini beruntung mba, Orangtua mereka mengusahakan agar anaknya bisa menggunakan hearing aid. Apapun caranya. seperti harus di cicil, dengan sistem poting gaji. Mereka bener-bener rela semua demi agar anaknya bisa mendengar.
Dan saya senang ketika bertemu dengan mereka, berbicara tanpa saya takut terjadi kesalahan komunikasi. Sebab saya sendiri tak bsia berbahasa isyarat.
@Pelangi Anak: Ada baiknya di tes audiometri dulu, untuk menentukan ambang suara yang di dengar. Bila masih bisa mendengar walaupun itu nada tinggi sekalipun masih bisa di bantu dengan alat.
Selain itu ada kemungkinan tidak terbiasa dengan penggunaan hearing aid. Sebab banayk kasus dimana tunarungu yang sudah terbiasa dalam keheningan, mera terganggu saat mengenakan hearing aid.
yaa untuk pengenaan alat ini memang sebaiknya di komunikasikan dulu. Karena sayang juga kalau sudah terbeli tak bisa di gunakan.
kegiatan ini sangat positif dan saling mendukung satu sama lain, mb nita. saya sangat salut..
BalasHapusMb Nita, saya ada award buat mb nita. kalau berkenan diterima ya... trims...
BalasHapusMbak Nita,
BalasHapusATR bagiku sama dengan anak normal lainnya, beningnya mata mereka, kepolosan mata mereka saat mereka ingin, atau bentuk bentuk lainnya.
Dan aku juga menyukai mereka dan kenapa aku sampai sekarang belum bisa melihat kekurangan mereka, terlebih saat melihat foto - mu. Karena aku yakin ALlah itu adil kepada semua umat NYA.
Oh ya bila sempet, mampirlah ke blog ku, mungkin kita bisa share apa saja disana nanti, makasih ya
http://satriojatim.blogspot.com/
http://obrolanblogger.blogspot.com/
http://indonesiatraveling1.blogspot.com/
salam - satrio
@Pak Edwin : Kabetulan ini liburan anak sekolah, dan bisa saling bertemu. Karena selama ini hanya bisa berhubungan lewat media Internet saja. Sebab lokasi tempat tinggal yang berjauhan
BalasHapusDan makasih Awardnya yaa.. pak..
@Pak Satrio: Memang pada dasarnya mereka sama saja dengan anak lain, yang membedakan mungkin hanya alatnya saja. Kemudian proses pengenalan suara dan melatih mereka bicara yang perlu waktu lama dan ekstra sabar ketimbang dengan anak yang berpendangaran normal.
Termakasih sudah berkunjung, sudah saya follow blog bapak.